Pages

Wednesday, October 17, 2012

TARI JARANAN KEDIRI JAWA TIMUR (THE "JARANAN DANCE KEDIRI EAST JAVA)

TARI JARANAN KEDIRI JAWA TIMUR (THE "JARANAN DANCE KEDIRI EAST JAVA)


Jaranan atau jaran kepang adalah seni tradisional yang diyakini sebagai kesenian asli Kediri. Meskipun begitu tak banyak orang Kediri yang mengetahui secara pasti sejarah terciptanya Jaranan .
elain seperangkat gamelan, pagelaran jaranan juga membutuhkan sesaji yang harus disediakan dari sang dalang jaranan yang lazim disebut  Gambuh antara lain: Dupa (kemenyan yang dicampur dengan minyak wangi tertentu kemudian dibakar), Buceng (berisi ayam panggang jantan dan beberapa jajan pasar, satu buah kelapa dan satu sisir pisang raja), Kembang Boreh (berisi kembang kanthil dan kembang kenongo), Ulung-ulung (berupa seekor ayam jantan yang sehat), Kinangan (berupa satu unit gambir, suruh, tembakau dan kapur yang dilumatkan menjadi satu lalu diadu dengan tembakau). Selanjutnya sang gambuh dengan mulut komat-kamit membaca mantera sambil duduk bersila di depan sesaji mencoba untuk berkomunikasi dengan roh leluhur dan meminta agar menyusup ke raga salah satu penari jaranan. Setelah roh yang dikehendaki oleh Sang gambuh itu hadir dan menyusup ke raga salah satu penari maka penari yang telah disusupi raganya oleh roh tersebut bisa menari dibawah sadar hingga berjam-jam lamanya karena mengikuti kehendak roh yang menyusup di dalam raganya. Sambil menari, jaranan diberi makan kembang dan minum air dicampur dengan bekatul bahkan ada yang lazim makan pecahan kaca semprong.
Di Kediri kesenian Jaranan sering ditampilkan untuk menyambut tamu-tamu penting, acara peresmian maupun pesta-pesta keluarga, terlebih untuk acara yang berlangsung pada bulan Suro. Jaranan sangat populer di Jawa Tumur. Tarian ini sering dipentaskan di masyarakat dalam acara-acara tertentu. Misalnya hajatan keluarga. namun sering juga dipentaskan dalam even-even hari besar nasional.

 Dalam foto-foto ini adalah pementasan Jaranan Jawa dwipa. Dikatakan Jaranan jawa, karena penari berpenampilan sederhana. Tanpa make up, tanpa baju-baju yang mewah. Karena munculnya tai rjaranan jawa dwipa merupakan cerminan masyarakat kecil yang menirukan pasukan kerajaan berkuda yang sedang berlatih perang. Karena dari kalangan masyarakat kecil, mereka tampil seadanya. Tanpa perlu berdandan, tanpa perlu pakaian bagus. Tampil sederhana. seadanya.
 Ada yang mengatakan, pulang dari sawahpun asal mau menari silakan saja. sebaba mereka hanya memerlukan kain panjang, ikat pinggang dari kain serta ikat kepala, jadilah siap untuk menari.

 Gerakan merekapun sederhana. kadang menirukan gherakan di sawah ketika mengolah sawah, kadang menirukan gerakan kuda.
Persiapan sebelum pementasan Tari Jaranan



(JARANAN JAWA DWIPA)
 Pecut, cambukl dibunyikan 3 kali sambil menengadah ke atas, tanda minta ijin pada yang Mbau Rekso Wilayah itu bahawa akan ada pementasan Jaranan


(JARANAN JAWA DWIPA)
 Kembang telon, buceng kuat, cok bakal, kembang setaman sebagai piranti jaranan dipersiapakan senbagai sesaji

(JARANAN JAWA DWIPA)
 Setelah pirantis esaji dipersiapkan, menyan dibakar, para penaripiun mengambil peralatan tari berupa kuda kepang untuk dibawa ke dalam .


(JARANAN JAWA DWIPA)
 enam orang penari keluar diringi gamelan . mereka rata berusia di atas 45 tahun. santai rampak, kompak. meskipun sudah tua teteapi masih menjunjung tinggi kesenian warisan budaya leluhurnya


(JARANAN JAWA DWIPA)
 Karena pentas di rumah tak punya halaman luas, maka jalan rayapun digunakan sebagai panggung pentas jaranan

(JARANAN JAWA DWIPA)
 penabuh gamelan tampil apa adanya. tanpa asesoris, tanpa pakaian khusus. itulah kesederhanaan jaranan Jawa dwipo, seperti sederhananya kehidupan para petani


(JARANAN JAWA DWIPA)
 Salah satu penari ada yang mulai kesurupan

JARANAN JAWA DWIPA)
 dia marah-marah tak mau membawa jaran kepangnya

(JARANAN JAWA DWIPA)
 Sang Pengambuh memberikan mantra-mantra dengan membrikan kembang pada penari Dari cara makan kembang, penonton bisa melihat ,mana penari yang benar-benar kesurupan dan mana penari yang hanya action.


(JARANAN JAWA DWIPA)
 penari yang benar2 kesurupan pandang matanya kosong, marah, muka merah, wajah aslinya berubah. yang paling tampak, warna putih matanyalah yang menonjol di raut muka


JARANAN JAWA DWIPA)
 Jika sudah marah, 6 orang pun tak kuat menahan kekeuatan p[enari yang benar2 kesurupan


(JARANAN JAWA DWIPA)
 sebelum barongan keluar, pengambuh memebrikan kemenyan dan minyak wangi





 (JARANAN JAWA DWIPA)
 semua penari keluar mengiringi keluarnya barongan


(JARANAN JAWA DWIPA)
 dua penari mulai kesurupan


JARANAN JAWA DWIPA)
 setiap menjelang akhir tarian selalau ada penari yang kesurupan

sumber

Kesenian jaranan/kuda lumping asal muasalnya diangkat dari dongeng masyarakat Kediri, tepatnya pada masa Kerajaan Ngurawan. Konon Sang Raja, Prabu Amiseto memiliki anak yang sangat cantik rupawan bernama Dyah Ayu Songgolangit (songgolangit, bhs jw=memikul langit) yang sangat terkenal seantero jagat ( mungkin istilahnya Miss Universe…kayaknya gak tepat ya.. :-) , hingga banyak sekali raja-raja dari luar yang ingin mempersuntingnya.

Dyah Ayu Songolangit memiliki adik yang bernama Raden Tubagus Putut dan sedang mengabdi di Kerajaan Bantar Angin yang dipimpin oleh Prabu Klono Swandono, berkat kepiawainnya dalam hal keprajuritan akhirnya Raden Tubagus diberi gelar Patih Pujangga Anom.

Karena kecantikan Dewi Songgolangit terdengar sampai ke Kerajaan Bentar, Prabu Klono Swandono mengutus Prabu Pujangga Anom melamarkan Dewi Songgolangit untuk dirinya.

Sebelum berangkat Pujonggo Anom memohon petunjuk kepada Sang Dewata agar dirinya tidak diketahu oleh ayah dan kakaknya.. dan sampailah ia di Kerajaan Ngurawan....dan ternyata sudah banyak berdatangan para pelamar, diantaranya Prabu Singo Barong dari Lodoyo didampingi patihnya Prabu Singo Kumbang.

Kedatangan Pujonggo Anom untuk melamar, membuat Dewi Songgolangit terkejut, meskipun Pujonggo Anom memakai topeng, ia mengetahui kalo yang memakai topeng itu adalah adiknya sendiri dan kemudian ia melaporkan ke ayahnya...mendengar hal tersebut , marahlah sang Prabu dan mengutuk Pujonggo Anom bahwa topeng yang dipakainya tidak bisa lepas dari wajahnya..Pujonggo Anom mengatakan ke ayahnya bahwa lamaran itu sebenarnya untuk Prabu Klono Swandono..Mendengar penuturan yang disampaikan ke ayahnya itu...akhirnya Dewi Songgo Langit membuat sebuah sayembara ..yang isinya bahwa yang boleh mempersuntingnya adalah yang dapat membuat tontonan yang belum ada di muka bumi dan apabila digelar akan bisa meramaikan jagat raya....

Sampailah berita itu ke Prabu Klono Swandono...kemudian ia memohon petunjuk dan didapatkanyalah sepotong bambu, lempengan besi dan sebuah cambuk yang diberi nama Pecut Samandiman..dan dari bambu itulah dibuat sebuah kuda kepang sebagai lambang sebuah titian...dan dari besi dibuat semacam tetabuhan....

Singkat cerita Prabu Klono Swandono beserta Patih Pujonggo Anom dan prajuritnya memenuhi persyaratan untuk mempersunting Sewi Songgolangit, mereka berangkat dengan iring-iringan pertunjukan itu dan menjadi tontonan masyarakat Kediri dan mulailah saat itu dinamai jaranan.

Dilain pihak Prabu Sing Barong dari lodoyo merasa kekedahuluan maka marahlah Singo Barong dan terjadilah perang, Klono Swandono lebih unggul berkat pecut Samandiman dan akhirnya Singo Barong menyerah dan menjadi pelengkap iring-ringan jaranan itu. Dengan bergabungnya Singo Baron, maka semakin lengkap dan semaraklah tarian jaranan tu.dan sejak saat itu kesenian jaranan disukai masyarakat Kediri sampai saat ini













Share this article now on :

Post a Comment

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( :-p =))